ANTARA/Ahmad Rifandi

Membongkar Pasar Gelap Sumber Daya Alam, Yang Merupakan Hilir Dari Praktik Ilegal Pertambangan Yang Merugikan Negara

Rabu, 23 Apr 2025

Perhatian masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) akhir-akhir ini terfokus pada kegiatan penambangan ilegal yang merusak kawasan hutan pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda. Segera setelah itu, dampak penambangan juga menjangkau Kota Bontang. Eksploitasi sumber daya dari galian C menjadi sasaran para penambang yang tidak bertanggung jawab, mengorbankan rumah-rumah penduduk akibat longsor yang disebabkan oleh pengerukan ruang terbuka hijau.

Kasus ini telah menjadi viral di kalangan publik dan segera memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Namun, pertanyaan mendasar yang muncul adalah: Di mana para pemangku kebijakan selama ini, ketika praktik-praktik tidak etis ini telah berlangsung lama, bahkan jauh sebelum hutan pendidikan Unmul dan RTH Kota Bontang menjadi perhatian? Purwadi Purwoharsojo, seorang pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul), dengan penuh keprihatinan menyatakan keheranannya terhadap respons reaktif dari pemerintah provinsi, aparat penegak hukum (Gakkum), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Ini sudah lama dikeruk. Bahkan sudah ada laporan-laporan lama dari tahun-tahun sebelumnya," kata Purwadi.

Ia menjelaskan bagaimana Unmul, termasuk laboratorium kehutanan, telah berusaha melaporkan aktivitas ilegal ini kepada pihak berwenang, namun sayangnya, praktik perusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam masih terus berlangsung. Keterlambatan dalam respons ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di Kalimantan Timur. Selain itu, Purwadi menekankan bahwa penelusuran praktik tambang ilegal tidak seharusnya hanya terfokus pada kasus Unmul saja. Ia juga merujuk pada data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim yang mencatat ratusan titik tambang ilegal yang tersebar di berbagai daerah, seperti di sekitar Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai Timur (Kutim), dan Berau. Data konkret mengenai lokasi dan skala operasi tambang ilegal ini seharusnya menjadi acuan bagi aparat untuk bertindak secara menyeluruh dan tidak pilih kasih.

Aspek penting lainnya yang diungkapkan oleh Purwadi adalah perlunya menangkap individu-individu yang berperan di belakang praktik penambangan ilegal ini. Selama ini, penangkapan lebih sering menargetkan pekerja lapangan dan operator alat berat yang sebenarnya hanya menjalankan tugas. Di sinilah masalah yang lebih besar mulai terungkap: adanya pasar gelap untuk batu bara. Purwadi menjelaskan bahwa penambangan ilegal sangat merugikan perekonomian negara karena pendapatan dari penjualannya tidak disetorkan ke kas negara melalui pajak.

Bagaimana batu bara ilegal ini dapat beredar dan diekspor? Purwadi menjelaskan kemungkinan alur yang terjadi. Batu bara dari tambang-tambang ilegal kecil dikumpulkan oleh pengepul. Karena tidak memiliki izin ekspor, mereka menjualnya kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki izin untuk melakukan ekspor, yang sering kali beroperasi sebagai perusahaan perdagangan. Keberadaan pasar gelap ini menciptakan permintaan yang tinggi, yang pada akhirnya memicu peningkatan penambangan ilegal. Purwadi mengutip hasil kajian dari Jatam yang menunjukkan betapa menguntungkannya bisnis ilegal ini.

Ia mengilustrasikan sewa alat berat sekitar Rp150 juta, yang kemudian menghasilkan keuntungan antara Rp850 juta hingga Rp1 miliar. Perhitungan yang luar biasa ini menjadi daya tarik utama bagi para pelaku di pasar gelap batu bara. Setelah terkumpul, batu bara ilegal ini dijual dan diekspor oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki izin perdagangan. Purwadi menegaskan bahwa tidak semua perusahaan dapat melakukan ekspor batu bara karena prosesnya melibatkan regulasi dan perizinan internasional yang ketat.

Oleh karena itu, Purwadi menyarankan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk tidak setengah-setengah dalam memberantas praktik penambangan ilegal. "Jadi jika ingin melakukan pembersihan, lakukanlah secara menyeluruh. Ini berarti tidak hanya membersihkan hulu, tetapi juga hilirnya," tegasnya. Penelusuran harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari para penggarap di lapangan hingga pihak-pihak penadah yang memfasilitasi penjualan dan ekspor batu bara ilegal.

Purwadi juga menekankan pentingnya pelacakan pengangkutan batu bara ilegal yang dilakukan dengan truk. Ia menyatakan bahwa keberadaan pasar gelap batu bara tidak hanya merugikan negara dari segi pendapatan pajak, tetapi juga menimbulkan keresahan dan merusak tatanan ekonomi yang sehat. Ia menyebut fenomena ini sebagai "penyakit ekonomi" atau "ekonomi bawah tanah" yang menggerogoti potensi pendapatan negara dan daerah. Selain itu, Purwadi juga menuntut pemerintah untuk memenuhi janji terkait penanganan kasus-kasus lingkungan dan pertambangan yang belum diselesaikan, termasuk dugaan 21 izin usaha pertambangan (IUP) palsu di Kaltim yang hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan.

Selain itu, Purwadi juga mengingatkan pemerintah akan tanggung jawabnya terkait kasus meninggalnya lebih dari 50 anak di lubang tambang, di mana hingga saat ini orang tua mereka belum memperoleh keadilan. Terbongkarnya kasus tambang ilegal di Unmul seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai masalah pertambangan yang selama ini terabaikan. Penting untuk ditekankan bahwa penanganan kasus ini tidak hanya harus berfokus pada kerusakan lingkungan di hutan Unmul, tetapi juga harus mempertimbangkan kerugian ekonomi negara akibat praktik pasar gelap batu bara.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.